Keterangan Ahli Dosen Binus dalam Perkara Gugatan Merek
Dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS Muhammad Reza Syariffudin Zaki atau Reza Zaki, pada Kamis, 28 Oktober 2021, diminta untuk menjadi ahli untuk memberi keterangan dalam perkara gugatan merek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal ini terdapat gugatan yang diajukan oleh Perusahaan asal China kepada Perusahaan Indonesia terkait perjanjian lisensi produk rapid test antigen.
Zaki menyampaikan bahwa rezim kekayaan intelektual bergeser dari first to invent ke first to file. Dngan demikian, individu atau badan hukum yang pertama kali mendaftarkan karyanya ke negara yang diakui secara sah menurut hukum. Rezim ini berlaku secara global dan diakui pula oleh World Intellectual Property Organization (WIPO). Di dalam kekayaan intelektual ada hak merek (trademark) yang lahir berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek) yang disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Selain itu, keikutsertaan Indonesia meratifikasi Konvensi tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang mencakup pula persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan Intelektual/HKI (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), telah menuntut Indonesia untuk mematuhi dan melaksanakan isi dari perjanjian internasional tersebut. TRIPS menyatakan pemilik hak merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk mencegah pihak ketiga tanpa seizin pemilik menggunakan dengan tujuan komersil suatu tanda yang identik dan serupa dengan tanda yang telah didaftarkan sebelumnya. Seperti semua hak kekayaan intelektual, hak merek dagang didasarkan pada prinsip territorial.
Pada saat ini, untuk persoalan dan permasalahan seputar merek tidak lagi mempergunakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Aturan tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, kemudian disempurnakan lagi oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dapat dipahami bahwa lisensi tidak termasuk ke dalam pengalihan hak atas merek sebagaimana dijabarkan di atas. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar. Lisensi diatur di dalam pasal 42 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Sebagaimana diatur di pasal 83 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berbunyi:
(1) Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa: gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik Merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan. (3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Selanjutnya pada Pasal 84 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berbunyi: Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk menghentikan kegiatan produksi, peredaran, dan/atau perdagangan barang dan/atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.Dalam hal tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka Pengadilan Niaga dapat mengambil alih permohonan gugatan pelanggaran merek dari pemilik hak atas merek tersebut dengan Persamaan pada pokoknya yakni kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek. (***)
Comments :